Selasa, Juli 29, 2008

Di Malioboro

kepada seseorang yang mengingatkan saya akan Iramani, yang dibunuh di tahun 1965

-Goenawan Mohammad-

Saya menemukanmu, tersenyum, acuh tak acuh
di sisi Benteng Vriedenburg

Siapa namamu, kataku, dan kau bilang:
Kenapa kau tanyakan itu.
Malam mulai diabaikan waktu.
Di luar, trotoar tertinggal.

Deret gedung bergadang
dan lampu tugur sepanjang malam

seperti jaga untuk seorang baginda
yang sebentar lagi akan mati.

Mataram, katamu, Mataram...

Ingatan-ingatan pun bepercikan
--sekilas terang kemudian hilang-- seakan pijar
di kedai tukang las.

Saya coba pertautkan kembali
potongan-potongan waktu
yang terputus dari landas.

Tapi tak ada yang akan bisa diterangkan, rasanya

Di atas bintang-bintang mabuk
oleh belerang,

kepundan seperti sebuah radang,

dan bulan dihirup hilang
kembali oleh Merapi

Trauma, kau bilang
(mungkin juga, "trakhoma?")
membutakan kita

Dan esok los-los pasar
akan menyebarkan lagi warna permainan kanak
dari kayu: boneka-boneka pengantin
merah-kuning dan rumah-rumah harapan
dalam lilin.

Siapa namamu, tanyaku.
Aku tak punya ingatan untuk itu, sahutmu.
1997

Rabu, Februari 13, 2008

Hati

Daun kering terbakar
Asapnya membumbung memeluk langit
Meretih didekap bara
Menghitam dikecup arang
Lihat, katamu,
ada ulat menggeliat
di tengah nyala
Bukan, kataku,
itu hatiku luka tersayat
Yang kau torehkan dengan sembilu

Senin, Februari 11, 2008

Semu

Suatu hari di negeri sihir
kau bertanya:
Maukah kau menikah denganku?
Dan aku tak tahu harus menjawab apa
yang aku tahu
aku terjerat dalam perasaan yang kau ciptakan
tersesat di labirin
yang melukis segurat tanya
Ketidakpastian
yang kutahu jawabnya
tapi kau tidak
Aku hanya bisa berjanji
untuk mengarungi mimpi ini
denganmu
meski semu

14.02.99

Jumat, Februari 08, 2008

Kepada Di-en

Banyak yang ingin kusampaikan
Malam ini ketika banyak bintang
Ketika aku duduk bertopang kaki
dan angin membelai mesra pori-pori
Banyak kata tentang rindu
juga damba, harap dan ragu
Sekian lama menantikan kau
membagikan sinarmu
seperti matahari dan bulan
dan bintang-bintang
Tak perlu banyak kata terbuang
karena kutahu kau enggan mengucapkan
Tapi berilah aku kepastian
karena aku lelah mencari
dalam telaga matamu
Aku ingin menjadi bintang
yang setia di langit
dan tak pernah lelah
menanti cahayamu
Tapi kau beku
dingin seperti bulan tanpa atmosfir
Membuatku merasa sangat rindu
ketika melihat bintang

12.09.96

Selasa, Februari 05, 2008

Jalan Lurus Menuju Awan

Terlalu lelah kuikuti langkah
Meski jarak tak sejauh kukira
Nyatanya kau pagarkan penghalang
Sebelum kusandarkan lelah
Tadinya kukira jalan lurus menuju awan
Melayang ringan tanpa beban
Dipunggungmu kupinjamkan sayap peri
Ternyata kau tanggalkan tak berhati
Kembali aku turun ke bumi
Melepas kau pergi
di batas mimpi

-Bandung, 27.10.98-

Minggu, Februari 03, 2008

Jangan

Aku berkata tidak
Pada bayanganmu yang melintas
meski cuma sekilas
Tapi jantungku menyanyikan
irama asing yang kutahu artinya

Terbaring dalam angan
susah payah kuenyahkan ilusi
dan berjanji lain kali tidak membenci

:betapa tipis batas dua rasa yang berlawanan
dan membuatku sesali kecerobohan

Sekarang,
kuserukan tidak pada diriku
Aku hanyalah gadis tolol yang terjebak
dalam irama asing yang menjanjikan

:minggu ini
aku tak ingin bertemu, kau dengar?

16.10.97

Jumat, Februari 01, 2008

Cinta Tidak Berjanji

Jangan katakan apa-apa
padaku
untuk saat ini maupun nanti
Karena aku sudah tak percaya
apapun itu namanya
yang kau katakan keadilan

Adakah di muka bumi ini
yang masih menganggap
kejujuran adalah permata
dan keserakahan adalah neraka

Cinta tak menjanjikan apa-apa
dan tak ada atas nama
kebahagiaan yang fana
Aku sudah muak
kepadamu
kepada dunia yang makin tua
dan kau yang uzur buta

Tak ada rasa di hati
cuma detak hampa jantung saja
Kalau kau pergi yang kuingat
cuma kepongahanmu
yang tidak pernah berarti apa-apa
dan darahmu yang mengalir
di sebagian tubuh ini
Hanya itu
Bahkan namamu cuma jadi sejarah
di pohon silsilah
Kau. Yang tidak adil itu

-Pwt, 28.06.97-
to grandpa

Kamis, Januari 31, 2008

Seberapa Dalam Cinta Kita

Setelah hari kepergianmu
hatiku semakin jauh
Tambatan terurai dari pelabuhanmu
dan perahu bergerak seinci demi seinci
menjauh bersama riak raguku
Baru saja sehari
malam tadi seperti seabad pergi
memikirkan segala kemungkinan
untuk belajar melupakan
Tatap matamu yang dingin kemarin
mengajarkan nilai kepasrahan
karena aku tidak mengerti
tentang hatimu
yang begitu jauh

Perahuku akan berlayar mengaliri waktu
yang terus berputar
Meninggalkan tanda tanya yang kau ukir
dalam kenangan
atau mungkin semua itu kau lupakan
jauh hari. Tak berarti
Jadi biarkan saja perahuku hanyut
mungkin dia akan kembali
ketika kau nyalakan suar
untukku suatu hari.

24.07.97
to FAA

Minggu, Januari 27, 2008

Aku Tak Peduli

Tinggalkan dulu segala gundah
yang membuat luka
Berlari saja menembus kabut
dan matahari yang selalu tepat waktu
akan memandu

Kenang saja memori terindah
dan kuburkan tatap dinginnya
yang membatu
Asa masih ada
bisa hancurkan kebekuan itu

Kau pasti ingin tahu
kenapa aku jujur tentang hatiku
bahkan aku tak peduli
jika itu membuatmu menepi
dari pengejaranmu


-27.01.08-
Untuk B di Yk

Adegan Yang Semestinya

(aku dan wanita itu)

Dan dia menatapku. Terpaku
Dia mencintaimu, aku tergugu
Dia masih menatapku, lantas menggeleng
Tidak, kau salah. Dia membantah
Dan tangisku semakin keras
Apa yang harus kulakukan?

Aku yang bilang padanya, sahutnya
Aku tak bisa. Sungguh tak bisa
Kau yang paling tepat
Kau yang mencintainya dan bukan aku
bahkan siapapun tahu itu
Aku masih terisak
ketika dia bangkit dari kursinya
Memelukku dengan gemetar
Aku akan bilang padanya
Kau harus percaya

-27.01.08-

Carilah Aku

Diam. Membisu
Bahkan angin mati di ranting-ranting
Daun membeku. Kelu
Udara seperti terperangkap
dalam seember air pekat

Dan aku berlari sembunyi
ke balik gunung-gunung yang berpuncak tinggi
moksa di balik awan-awan yang mengambang
tak peduli waktu
Sirna bersama udara

Suwung. Mematung
Lalu lintas tak bergerak
di kota-kota yang ditinggalkan
angin tewas dihimpit roda
di aspal-aspal yang mulai leleh

Dan aku tenggelam karam
ke samudera yang paling dalam
tak peduli jarak
Lebur bersama ombak


-23.01.08-
Untuk B di Yk

Sabtu, Januari 26, 2008

Aku Tak Bisa Menjawab

Di mata hitammu
Kulihat sebatang cemara
Berdiri angkuh sendirian
Melambangkan kehampaan
Ku tak tahu yang sesungguhnya
Siapa di bawah langit itu
Memandang padaku.
Melintas-lintas bak kilat sinar

Bayangan gelapmu
Melingkupi perasaan yang meragu
Karena ku tak tahu kemana kita menuju
Kau orang asing bertahta di hatiku
Di bawah langit itu.
Dan bulan.
Dan bintang

Dan aku tak bisa menjawab jika seseorang bertanya
Bagaimana ‘ku bisa mencintaimu

-Jan, 2008-

Kamis, Januari 03, 2008

Kepada Puja

Bukankah sudah kuperingatkan
berulang kali wahai hati
usah kau sambat dia
kala waktunya berulang
dua kali terlewati
seolah terlempar lagi aku padamu
setahun yang lalu
saat kau sudah berlabuh
dan bidukmu tak kan lagi melaut

Aku rindu pada perjumpaan
di hari-hari silam penuh tawa
dan urai air mata yang melepas
perasaan yang terjalin pada asa
Aku cinta sendiri
Aku rindu sendiri
Menginginkan kau sambat aku
meski di mimpi
Rasa sakit ini
bukankah sudah kuperingatkan
berulang kali, wahai hati

Malam Ini, Tak Ada Yang Tersisa

-by Nurul Inayah AK-

Diam-diam kutimbun keranda dingin
pada tiap tatapan matamu yang melintas-lintas itu
dan dengarlah suara zig-zag kereta malam
terbawa angin di bukit yang jauh
itulah hatiku yang pergi darimu
Bukankag betapa tak terasa
daun-daun itu mengering
mungkin seperti kulit wajahku
atau bibirmu yang berkerut menahan kata-kata
akhir dari segala cerita di sini
Angin dingin yang menyapu jalanan
telah membersihkan segala kenangan
dan kesepian yang lama melepuh
dan malam ini, tak ada yang tersisa
di trotoar, di garis waktu
juga dihatimu!

Bayangmu Abadi

by Faaizi L. Kaelan

Tak kuasa lagi kutanggung gelisah
Meski rindu tetap membiru
Aku mengungsi darimu

Pada awal cahaya semburat fajar
Engkau menjadi titik bias matahari
Kesadaran penghujung mimpi
Sebab silau aku menjauh ke gelap malam
Namun engkau pun rembulan
Menyelimutiku dalam geletar

Menembus hari aku berlari
Meninggalkanmu dalam segala gemerlap
Aku menghilang dalam halimun sunyi
Tetapi engkau menjelma sepi

Aku mengungsi darimu
Memasuki gua demi gua, aku bertapa
Membentang sayap ke alam moksa
Aku samadi, tapi engkau pula tercipta

-3/1996-

Interval Kematian

by Faaizi L. Kaelan

Antara sinar mata dan benda berkabut
di hadapan kita terbujur garis lini
sebuah interval episode melodrama;
sungai yang terus mengalir ke jantungmu
tak henti, tak jua akan berakhir
dimana epilognya kupotong
sebagai misa bunga-bunga musim gugur

Sepanjang garis jalan hidup
aku teteskan igauan giris seorang pengemis
mengiba kasihmu; hujan deras sore hari
damailah engkau dalam pusara beku berlumut

Lalu, kusentuh keningmu dengan getar bibirku
menyebut namamu berulang kali
meresap dalam tanah kering berkapur
aku pun tengadah dan berlutut
menyiram kuburmu dengan derai tangis
: sebuah upacara tua yang kupercaya

1996

Sumur

by Nenden Lilis A.

Jika hujan memandikan tanah, timbalah
air sumur yang kembali subur di hatiku
ambung tumbuhan yang menebarkan
keharuman bagi sekelilingnya

Sudah letih sang pawang menahan awan
demi sebuah keriuhan
cucuran air langit adalah guguran anak panah baginya
waktu mengungsikan aku dari kekeringan
dan masa kritis selama tahun-tahun panjang

Petani mencangkuli bumi dalam batinku
menggemburkan, menghidupkannya dengan tanaman
suatu hari, kuundang siapapun memanennya

-1997-

Kucari Bintang

Kucari bintang,
kucari bintang
menyusuri tatap matamu yang tak hendak
berpaling
Kucari bintang dalam gugus wajahmu
tapi yang kutemukan sebutir bulan redup
Kalau boleh kukatakan
aku lelah dan usaikan pencarian
tak ada lagi atas nama cinta
karena aku ingin kembali ke jalan pulang
Jadi sekarang
bantu aku lari dari bayanganmu
melupakan semua hasrat yang pernah terbilang
usah lagi sampaikan sejuk telaga dalam matamu
karena ketika kucari bintang
kau tenggelamkan semuanya
Semuanya

-Banjarsari, 14.08.96-

Rinduku Tak Bernama

Sebuah penjelmaan
Adalah takut kehilangan
yang tiba-tiba menyerang
keacuhanku. Pada-Mu
Luruh semua keakuan
yang kupupuk diantara jarak
tak sengaja kurentang,
meski kubiarkan tetap
Inilah kejujuran
Pengakuan pada angin,
bulan dan bintang
yang kulayari ke mimpi-Mu
Ataukah ini sebuah rasa
yang kubawa lari pada
bayang-Mu. Pada nama-Mu
terpatri di ujung lidah
Sebuah kegelisahan itu
Tak bernama, hanya nuansa
Beku. Membiru

-1999/Revisi 2008-

Maaf

Harus dengan apa kutebus sesal
segala yang terlanjur terucap
karena ‘ku bebal
Bahkan maaf pun tak berguna
sepertinya
Harus dengan apa kumohon maaf
segala yang terlanjur kutuduhkan
karena ‘ku bodoh
Bahkan tangis pun tak berguna tampaknya
Mungkin aku tak harus berada di sini
Di duniamu yang sepi dan sunyi
Kau dan hati bekumu itu
Kau dan wajah dinginmu itu

-Jakarta, 01.01.08-

Rosa

Rosa
Tumbuh di antara benalu melingkar-lingkar di batang
Tak tercium kumbang dan kupu-kupu
Karena matahari pelit beri sinarnya
Rosa
Tunas sekuntum nyaris runtuh oleh angin
Pucat
Hilang warna

-Oktober 1998-

Maaf

Terpaksa aku menolak. Maaf
karena kau tak pernah mengerti
rasa sakit ini terlalu berat
Maka beri aku kesempatan untuk mengikisnya
janganlah menyerah
hatiku masih belum pindah

-Sidang Tommy, 27 Juli 2002-

Dalam Gerimis

Aku temukan diriku
dalam gerimis
Ketika kau hempaskan pintu hati
dan kuputuskan melangkah pergi
Aku temukan diriku
dalam gerimis
Ketika dalam ragu aku berhenti
agar sempat menatap dirimu

-Banjarsari, 19.08.96-

Dua Jendela

Ada dua jendela
di hatimu
tempatmu menatapku
dari sudut gelap jiwamu
Ada dua jendela
dimana satu dipenuhi cahaya
tapi kau selalu memilih
sebuah yang lain redup
tanpa lampu
Ada dua jendela
di hatimu
aku berharap kau menatapku
dari jendela emasmu
bukan yang satu itu!

Kepada Laut II

Kepada laut
ketika aku bercermin dalam ombakmu
dan dibubungnya aku ke tepian karang
yang siap melantakkan
Kepada laut
ketika aku tenggelam dalam pusaranmu
dan kucium badai yang mengantarkan
sejuta ganggang yang melilit hatiku
Kepada laut
ketika kurasa airmu menjadi pahit
dan meracuni aku dengan buihmu
air pasang petang hari
dan aku ingin bertahan di sini

-01.08.96-

Ketika Badai Di Atasku

Badai yang datang pelan-pelan mengiyakan
ketika aku bertanya tentang hati yang
gelap dibalut mendung
Aku ingin teriak kepada langit dimana
awan siap memuntahkan halilintar
yang melumatkan seru suaraku
berkaca pada gelombang
yang menghempaskan seribu buih harapan
ke karang penantian
Hatiku adalah bara
yang meluluhkan arang di tungku ibu
panas, lembab menyengat
tapi tak kuasa berkobar
Hatiku adalah petromak tua di tengah ruangan
yang lelah dipompa ketika pudar nyalanya
dan engkau adalah
pohon kelapa dimana aku bersandar sekarang
berdiri mendongak
bahkan terkadang tak tahu aku berada di sana
memperhatikanmu
Ketika gerimis datang kepagian
aku berada dalam rinainya
luruh seluruh harapanku padamu
seiring hujan dalam mataku

-14.08.96-

Melihat Bintang

Aku takut ketika membaca almanak
tertera di langit, di antara bintang-bintang
tak terasa
lorong waktu melemparkanku pada
Galaksi hampa
aku kosong dan sunyi
di sini, di luar. Mencari wajahMu
membias di kegelapan
Malam ini sepi
karena Kau tak ada di sini
mengapa Kau seolah tak bergeming
sementara Kau gelindingkan hari-hari
menuju akhir perjumpaan
Berawal. Berakhir
Tetapi aku belum bisa menafsirkanMu
di bawah pekat langit bulan pucat
bintang-bintang redup saat aku
menghitung lagi perjalanan kemarin
tinggal sejengkal di bibir batas
bintang-bintang resah berselimut mega
seperti Engkau yang berselimut misteri

-1996/revisi 2008-

Di Beranda Kita Membisu

Beranda dingin
kita duduk di sudut menampung angin
cuma membisu hilang topik
ada gemerincing lonceng dan dengung nyamuk
aku menatapmu
merekam wajah patung yang kaku

Beranda beku
tiap kau datang selalu begitu
bersama tanya tak terjawab
Adikku lewat
kita menyapa sekedarnya

Beranda sepi
aku bingung menyusun kata
mungkin benar kata Jamrud
soal kursus merangkai kata
untuk kau dan keangkuhan itu

Beranda kosong
tak ada lagi kau di sofa merah itu
kuharap aku tak bosan dengan diammu
tapi Tuhan tak mengabulkanku

Pernah di beranda itu
kita berdua membisu
sekarang hanya ada aku
sambil mengulang kenangan itu

Jakarta, 24 Juli 2002

Banjarsari, 31 Juli 1996

Tadinya Phoebus
kau adalah bayang-bayang transparan
ketika matahari belum padam dan
munculkan warna-warna
Kemudian Phoebus,
kita bertemu gemuruh laut dan
ombak yang menghanyutkan mimpiku
sebelum petang
Tadinya Phoebus
ketika pasang melemparkan banyak harapan padaku
aku tetap menangisi mimpi itu
Lalu tiba-tiba
jiwamu menawarkan banyak mimpi-mimpi
lain yang aneh dan tak kumengerti
Laut bicara padaku tentang warna birunya
biru itu rindu
dan aku, Esmeralda, tenggelam dalam birumu

Please

Sesungguhnya
waktu menawarkan banyak ruang untuk kita berdua
tapi jalan tak pernah bisa lurus sampai tujuan
Aku ingin sampaikan padamu tentang samudera dalam
dadaku
dan kau bisu, menoleh pun tidak
Seandainya kau tahu
Aku mati rasa dan mati langkah
dan sekarang memohon padamu
dengarkan aku
please

Surat Untuk Seekor Elang (sebelum dia terbang)

Kita harus bicara, sebelum waktu menarik jarak
diantara kita
Bahwa kita berdua perlu memastikan jalan yang
akan ditempuh, setelah ini
Sebelum kau terbang, tengoklah dulu
Apakah telah kau tinggalkan separuh hatimu untukku
Perselisihan kita
hanyalah selintas dari perjalanan yang mengawali perjumpaan
Kemudian kita saling membisu
dan kuputuskan untuk mengalah
Sekarang
aku ingin bicara
sebelum angin membawamu pergi ke benua
meninggalkanku dan semua cerita kita

-03.09.96-

Syair Lidah Api

Aku telah mencoba
Meremas-remas catatan perjalanan
kita seabad yang lalu
ketika perapian belum dinyalakan
dan udara di luar masih bersahabat
menyejukkan hati kita
Kalau akhirnya kuremas juga catatan itu
karena lidah api bernyala
meski kita tak menghendakinya
melambai, menyambar, dan membakar udara
menghanguskan hati kita
Kalau akhirnya kau tak ingin menyembuhkan luka bakar
dan biarkan aku sendirian
membenahi puing-puingnya
aku mencoba untuk tidak peduli
Meski kuingin padamkan nyala perapian
tapi lidah api kembali kau nyalakan dia terus bernyala dan menari
dalam hatimu
Sampai suatu hari mungkin aku berpaling pergi
Dan membuatmu menyesali

-Banjarsari, 21.08.96-

Sepi

Ingin kembali ke hari-hari itu
Terbahak malam-malam,
sambil menikmati sebungkus nasi kucing
dan teh manis hangat
Menikmati senyum hangat dan tatapan teduh
Tergelak menggoda dan membuatnya tersipu

Dan gelap gulita di gua itu...
Saat punggungnya memanduku menembus bumi
Lalu berlari bersama menembus hujan
dan ranselku dibahunya

Dan anak-anak itu
Yang selalu merentangkan tangannya
ketika aku datang
Yang menatapku penuh harap ingin dibelai
Ingin kembali ke hari-hari itu
Memunahkan kesepianku...

Selasa, Januari 01, 2008

Rindu II

Matahari termangu
Lupa sisakan sinar untuk senja
Udara hampa
Sunyi tenggelam dalam gemerincing lonceng angin
Wajahmu tersangkut di awan-awan
Udara menebar tanya:
kau dimana?
segeralah datang
Ketika senja mengantar senyap
Cemburu menggantung di udara
Katamu kau cuma hinggap
sekedar untuk terlelap
Tapi tahukah dirimu
Di sini aku menunggu
serasa berabad-abad
-13.08.02-

Rindu

Baru semalam
Sepi mengunci diri
Lalu bulan tertawa dan kirim salam
Angin berbisik-bisik genit
Katanya selamat mimpi
Aku membeku di ujung malam
Sampai aurora melambat tiba
Merah, kuning, jingga
Membuyar mimpi-mimpi
tentang cinta yang compang-camping
Separuh hatiku tertinggal dilipat malam
dibawa pulang kelelawar pengelana yang kelelahan
Tercium wangi tanah menyesap embun
Aduhai, rinduku betapa purba
-06.08-02-

Benci Sendiri

Hari itu kita bertemu
Aku duduk di atas meja,
menatap kau sedang bicara
Sungguh aku tak mengerti
kenapa masih mau mendengar dusta
Radio yang kau putar lagunya sumbang
Benakku bising tanda tanya
Mau apa kita di situ
Saling melempar kesalahan
Menuduh kecurangan
Tak ada habis
Seucap maaf tak berguna
Bagai tiup angin di kisi jendela
Tak bisa membelai luka,
kecewa dan putus cinta
Sungguh aku jadi membenci diri
karena masih mau mendengar dusta
Masih mengangguk mengucap iya
sambil duduk di atas meja
Lemah!
-30.07.02-

The Wall Between Us

Tembok itu berdiri
diantara keangkuhan
Tembok Cina bermil-mil
jauh,
membatasi perasaan
Membagi pengertian
Satu hitam, dua putih
Tak ada abu-abu
Padahal,
aku ingin melintasi paritnya
Memanggil pada angin dan bayang-bayang
Seperti layangan hinggap
di Kota Terlarang
Khayalan beku
Mungkin juga hatiku
-22.04.02-

Fragile Heart

Waktu berhenti
Jarum jam patah di tengah
Ada yang retak
pelan-pelan
Apakah kaca di hati kita?
-22.04.02-

Untuk Manis

Manis, lihatlah bintang
Gugusan intan janjikan masa depan
Kalau ada gores perak di horison sama, cepatlah sebut cinta
Akan kau dapatkan bagai hadiah dari Sinterklas

Manis, rasakan cumbuan angin
Sesap wangi kebun anggur benua antah berantah
Nikmati hidup bagai cuma sehari
dan rayulah waktu
Asa tak kan jauh darimu

Kala kau bersahabat dengan detak jam
dia berputar hanya untuk masa terindah
Selamat malam, Manis
Mimpi indah menantimu

-22.10.00-

Kota Bunga

Ada rindu memanggil dari sebuah taman
Namaku cuma seucap lintasan angin
mengelus bunga
Dari bibirmu tertiup sepi
yang kurasakan dingin di sini
Rasa tak bernama
mengendap di palung gelap
Udara terbang ke atmosfir bulan
demikian juga hatiku
Ada suara memanggil dari sudut alun-alun
dimana penjual permen menawarkan
kebahagiaan sekejap di ujung lidah
Kaukah itu?
Dengan tangan terkembang berlari padaku
Kota seakan mati
Bunga-bunganya berlumur rindu
-19.04.00-

Ombak

Sia-sia kau ciptakan badai pagi hari
karena kutahu ombak di matamu
mendongengkan banyak cerita yang kuingin tahu
Sia-sia kau inginkan hujan di wajahku
karena aku pun punya ombak yang lebih kuat dari hujan itu
dan akan mendongengkan kepadamu
cerita tentang kesunyianmu
Sia-sia

-01.08.96-

Kukhayalkan Dirimu

Ke rumah dong
aku kangen
aku tahu kamu sibuk
tapi aku ingin bertemu
demi masa lalu

Ingat saat-saat bersama
bercanda, marahan dan bertukar buku cerita
dan kamu pernah sayang padaku kan
ayo mengaku saja
aku tidak akan lupa masa-masa itu

Sudah ganti zaman
Apakah kamu berubah?
Pohon mangga di belakang rumah yang biasa kita panjat
sudah ditebang
Lapangan rumputnya dibuat rumah
Kompleks kita makin sepi
teman-teman bermain dan sahabat kita Fery
sudah punya urusan sendiri-sendiri
Apakah kamu juga berubah?
Sebab aku sendiri berubah
Lebih pemikir. Lebih serius. Lebih kalem
Ehm
Dan tidak pernah lagi terbahak-bahak

Sumpah
Aku kangen

Untuk Liv

Bangunlah ketika ayam
berseru-seru memanggil dini hari
dan matahari pamer sinar
bukalah jendela lebar-lebar


Hari ini milikmu
esok milikmu, juga masa lalu
Liv, kau boleh pergi kemana kau mau
Langkahkan kaki dan melompat
di sepanjang nasib yang terbentang
seperti jalan bebas hambatan

Katakan masih ada semangat
kau simpan dalam ranselmu
Kau kemas bersama bekal dan kosmetikmu
Jangan pedulikan pemandangan indah di kanan
Buruk di kiri
Melaju seperti pembalap ulung
dan yakin kemenangan di tanganmu

Liv
adalah semangatmu kau tempa dalam banyak ujian
dan tahun-tahun keengganan
Liv
adalah obsesimu
pergi dan raih cakrawala
dari manapun kau harus mulai


-01.07.97-

Langkah Peri

Kurindukan gemerisik kecil
menyelinap dari sinar bulan
di jendela
dalam setiap kuterjaga
pertengahan gulita malam
Bisikan kecil berisi janji
dengan lirih angin
dari sayap-sayap mungil yang rapuh
Aku berharap menyampaikan keinginan,
asaku penuh membumbung bulan
melayang meniti bintang
kembara bersama angin
menuju mimpinya yang lelap
di seberang samudera
Kunantikan bunyi langkahnya
menjelma peri kecil di malam buta
Atau peri itu adalah aku
Bermimpi sampai pagi

-24.02.99-

Penjara

Aku bosan di sini
di penjara berlumut sepi
hening
Tak ada angin bertiup membawa pesan
Udara mati. Aku tersengal
kulihat kelabu dan kabut
Sendiri terpuruk berteman sunyi
Belengguku adalah kewajiban
dan aku harus membaktikannya

-29.10.97-

Nina Bobo

(Untuk Rosa)
Tidurlah hati. Tenangkan diri
Tinggalkan masa lalu hanyut di arus mimpi
Membasuh luka dalam buai rembulan
dihibur irama hujan tengah malam
Tidurlah hati. Sandarkan letih
Kau punya seribu cara untuk tertawa
esok hari
Biarkan semua yang lewat hangus
ditelan malam
Tidurlah tidur wahai hati

-29.10.97-

Terkepung (Stand Off)

Bu, aku belum mau pulang
di sini masih banyak waktu
yang tidak boleh dibuang
Bukankah urusan harus cepat selesai
Bu, aku masih mencoba bertahan
padamkan rindu masakan rumah
san kehangatan canda yang tak akan punah
Bukan. Bukan karena enggan
Tapi aku harus buru-buru
Bukankah dikejar waktu
Kata Ibu harus cepat selesai
Kata Ibu supaya beban usai
Aku seperti jadi keledai
Lamban terbebani opini
Aku dikepung sana-sini
oleh kecamanmu

Bu, jangan panggil aku pulang
sampai Lebaran aku jelang
Padamkan rindu bertengkar dengan adik
Berdebat dengan Bapak
Bergosip denganmu Ibu
Di sini, nasibku seperti berhenti
Bebanku menggunung
Ibu, aku terkepung rasa rindu

-29.06.97-

Sarang Angin

Di sini kita berdiri
Dalam pusaran tak pernah henti
tertanam tak berdaya
dan neraka masih bernyala

Dikejauhan genderang perang
Iringi tidur kita
Dan sekali lagi kita terjebak
dalam badai puting beliung

Di sini kita berdiri
dalam sebuah kepasrahan
Sarang angin penjara kita

-Janet to Paul-

Foolish Beat

Aku bertanya padamu
"Apa yang kau pikirkan?"
Dan kau pun menjawab
"Kamu yang kupikirkan."
Lalu aku tertawa

Sungguh permainan bodoh
karena kita sama-sama tahu
aku bukan yang kau simpan
dalam hatimu

Aku bertanya padamu
"Kapan kita jalan-jalan?"
Dan kau pun menjawab
"Kita jalan-jalan berdua saja."
Aku cuma tersenyum simpul

Permainan ini
sebentar lagi berakhir, teman
dan kita kembali ke jalan pulang
Ada seseorang yang menunggumu di sana
dan seseorang telah kupilih di sini
Meski begitu
biar bagaimana aku berterima kasih padamu
telah membantu mengisi hari-hari
melelahkan di sini

-about an affair-

Answer Me

Ada masalah
dan selalu ada masalah
Aku gundah
dan untuk kesekian kalinya gundah
Tolonglah
Semuanya jangan seperti ini
Kita seperti orang-orang tersesat
dan berebut jalan pulang
Ada masalah
akan selalu banyak masalah
selalu banyak gundah
Tolonglah
kita atasi semua ini bersama-sama
Apakah kalian sudi?
Apakah kalian mau?
Dengarkah kalian?
Jawab!
Jawab! Oh please answer me!

-10.08.96-

Panjangnya Jalan

Panjangnya jalan bersamamu akhirnya harus sampai di persimpangan
ketika kau sodorkan tiga pilihan: berhenti, teruskan atau diam di sini seperti ini
Aku pilih kita tetap begini. Seperti arca abadi penghias taman
Agar tak harus aku kehilangan dan melangkah sendirian

Barangkali ada alasan yang lebih pasti ketika kau tepis genggaman
dan melayang sendiri menuju mega di kiri persimpangan
Oh haruskah aku tetap berdiri di sini, atau mengejarmu,
atau beranikan diri mengambil jalan ke kanan?

Panjangnya jalan bersamamu akhirnya harus sampai di sini saja
Ketika kau semakin jauh di bawa angin dan mega-mega berarakan
Panjangnya jalan sewaktu kusentuh danau dalam senyummu
adalah luka rindu yang kau torehkan
Deras berdarah dan melumpuhkan

For a broken heart friend
-22.06.96-

Kepada Laut

Kepada laut
Ketika aku berkaca dalam buihmu
dan dihanyutkan aku dalam bubungan ombak
menghempas pantai-pantai berkarang

Kepada laut
ketika badai menerbangkan mimpi-mimpi buruk
tentang esok pagi bersamamu
Sementara batu karang meruncing
menunggu

Kepada laut apapun yang akan terjadi
aku tetap disini
dalam balutan ganggang dan selimut ombak
meski terombang-ambing
meski sakit
aku berharap itu akan berakhir dengan manis

-Banjarsari, 01.08.96-

Dermaga

Padaku ada laut
ketika gelombang pasang
dari matamu menyentuh pasir hati
Padaku ada dermaga
yang siap menyambut berpesta
bila kau memutuskan singgah

-14.07.96-