Kamis, Juni 18, 2009

Ia Berharap Kau Mengingatnya

Ia berharap kau mengingatnya
Sebagai ketidakjujuran yang kau sembunyikan.
Kau tahu ia ingin menonton film itu. Film yang dibintangi Nicolas Cage.
Dan kau bilang padanya, kau tidak ada waktu. Selalu pulang malam.
Lalu ia menemukan di halaman pribadimu, petunjuk bahwa kau ternyata telah menontonnya.
Pasti dengan seseorang.

Kau tak lagi bersedia menjumpainya di malam-malam yang lebih awal.
Ia ingat ketika kau datang lewat jam sembilan malam.
Ketika ia bertanya maka kau bercerita tentang lembur dan boss yang tidak masuk kerja. Tetapi kau tak menyadari ia menghitung jarak dan waktu perjalanan.
Seberapa jauhkah kantormu dengan rumahnya?
Tiga jam perjalanan terlalu berlebihan, kecuali kau telah mengantar dulu seseorang.

Mungkin bagimu helm yang tersangkut di stang sepeda motormu bukan petunjuk tentang sesuatu yang kau sembunyikan.
Tapi ia mendengar helm itu bicara dalam bahasanya yang bisu. Ia baru saja dipakai seseorang.Yang kamu jemput dan antar pulang.

Dan seberapa jujurnya kau ketika ia mendesakmu untuk menjawab?
Apakah kau dan perempuan itu sudah putus? Tanyanya.
Kau bilang sudah. Tetapi kau masih memanggil perempuan itu ‘kekasihku’.
Kau harus jujur, tuntutnya. Apakah kalian sudah putus? Tadi kau masih memanggilnya sebagai kekasihmu.
Kau malah balik bertanya: lalu?

Maka perempuan itu menjawab, bahwa ia punya prinsip.
Aku tidak mau jalan dengan kekasih orang. Begitu katanya.
Dan kau bersikeras menjawab perempuan itu bukan lagi kekasihmu. Kalian hanya masih saling peduli.

Ah, setiap orang paling bodoh pun akhirnya tahu. Kau memang hanya peduli pada perempuan itu. Diam-diam masih bertemu dengan perempuan itu.
Tak ada yang berubah. Kalian masih sepasang kekasih.

Ia menelan setiap potong ketidakjujuranmu dengan harapan yang sia-sia.
Berharap suatu hari kau menyadari hatinya yang tulus siap memaafkan.
Tetapi kau semakin menjauh, kembali menekuni dunia semu dengan perempuan itu.
Kau tidak merasa bersalah. Kau menulis setiap potong perasaanmu pada perempuan itu di setiap halaman pribadi.
Setiap lembar fotomu tentang momen-momen terbaru bersama perempuan itu.
Meski sepantasnya kau tahu ada yang akan menyimaknya dengan sedih.

Ia berharap kau mengingatnya.
Sebagai ketidakjujuran yang kau sembunyikan.
Ketika kau mencoba untuk menjadikan dirinya obat untuk berpaling.
Lalu meninggalkannya begitu saja.
Ketika kau merasa tantangannya sudah tak ada.

2009

Den Haag


Oleh Oka Rusmini

Di Novotel Den Haag, aku dikunyah sunyi. Bayangmu merobek mataku. Aku tak bisa memejamkan mata. Kau terus datang. Apa kau ingin membunuh tubuhku? Tak inginkah kau diamkan aku nikmat menyeruput kopi panas, teh hangat dan sepotong croissant? Atau sesekali duduk di lobi sambil menikmati para lelaki berkulit keju mendengarkan musik, bersantai, sambil berkencan dengan kekasihnya atau istri temannya?

Di Novotel Den Haag, aku hanya punya waktu 14 hari. Tanpa suaramu dan rengekanmu memanggil namaku penuh rindu, menggigit seluruh perjalanan hidupku. Aku sering nyeri dan ngeri mengingatmu. Jadi apa kau kelak? Cukupkah aku menyusui dan memberimu bekal perjalanan hidupku? Rasa lapar dan kesunyian sering mengejar dan menelanku dengan lahap. Aku sering takut memandangmu. Beranikah lelakiku memilihkan jalanmu?

Di Novotel Den Haag, wajahmu tetap tak mau pergi. Aku lapar lelakiku. Aku ingin kau hilang dari otak dan tubuhku. Maukah kau pergi sejenak saja? Beri aku 14 hari saja untuk sendiri menjadi perempuan. Melupakan nyeri di perut yang teriris berpuluh-puluh pisau. Melupakan rengekanmu, botol susu, pampers, menu pagi-siang-soremu, juga bau pesing pantatmu yang gembul dan seksi.

Di Novotel Den Haag, aku ingin sendiri. Membunuh semua perjalanan waktu yang kupinjam pada hidup. Tapi kau tetap bandel dan tak mau pergi!

2003

Rabu, Juni 17, 2009

Bayangkan Seandainya


Oleh Sapardi Djoko Damono

Bayangkan seandainya yang kaulihat di cermin pagi ini bukan wajahmu tetapi burung yang terbang di langit yang sedikit berawan, yang menabur-naburkan angin di sela bulu- bulunya;

bayangkan seandainya yang kaulihat di cermin pagi ini bukan wajahmu tetapi awan yang menyaksikan burung itu menukik ke atas kota kita dan mengibas-ibaskan asap pabrik dari bulu-bulunya;

bayangkan seandainya yang kaulihat di cermin pagi ini bukan wajahmu tetapi pohon rambutan di halaman rumahmu yang menggoda burung itu untuk hinggap di lengannya;

bayangkan seandainya yang kaulihat di cermin pagi ini wajahmu sendiri yang itu juga, yang tak kunjung habis meski telah kaukupas dengan ganas selembar demi selembar setiap hari.

Minggu, Juni 07, 2009

Kuhentikan Hujan


Oleh Sapardi Djoko Damono

Kuhentikan hujan. Kini matahari
merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan -
ada yang berdenyut
dalam diriku:
menembus tanah basah,
dendam yang dihamilkan hujan
dan cahaya matahari

Tak bisa kutolak matahari
memaksaku menciptakan bunga-bunga.

(1980)