Sabtu, November 27, 2010

Kata dalam Telinga



oleh Saut Situmorang



ada sebuah tangga menuju ke atap
dimana burung burung merpati membangun sarangnya
cukup kuat
untuk melindungi
bawah perut yang lembut
terbuat dari renda renda dan daging otot
hairspray dan air ludah
20 kaki di atas kepala kita
jauh seperti sebuah perahu mengapung
seperti wayar wayar lembut lentur
montok seperti oyster
kalung bulu dan tulang di leher
berlayar antara bulan dan bintang bintang
di air halusinasi di atas bukit orang mati
seperti Pinocchio
main film biru di bawah meja kantor
demi elokuens
di dinding alfabet
bukan batu giok
dalam truk sampah
do you read me?

ada sebuah tangga menuju ke atap
sebuah rumah berjendela hitam
dimana kami mengubur laundry kotormu
biar kami bisa cerita hal hal yang baik saja tentang dirimu
bocah kemaren sore
yang berhenti percaya pada tuhan
yang berkata, “kalau tuhan itu pemabuk
aku tak perlu minum alkohol!”
ayolah

ada sebuah tangga menuju ke atap
dimana burung burung merpati membangun sarangnya
sebelum musim dingin tiba
dengan botol botol susu beku dalam kotak surat
yang sedang diukiri tetanggaku dengan pahat
sambil berkata, “cuka dipakai di zaman Sebelum Masehi
sebagai spermicide-a pessary!”
“caranya, dicelupkan ke dalam,
mungkin menyengat sedikit!”

ada sebuah tangga menuju ke atap
dimana burung burung merpati membangun sarangnya
sebelum musim dingin tiba
ya, musim dingin akan indah tahun ini
dengan televisi televisi bisu membaca
bibirnya sendiri dengan logat Inggris
menghembuskan kesunyian kesunyian panjang
untuk menghangatkan diri
e hoa ma! o sobat
belut perut perak adalah yang terbaik untuk dikeringkan!
jadi waktu pemain sax
membuka lagunya
seperti minum
kita tak punya pilihan lain
kita mesti mengikuti
boneka boneka Gringo
kemana burung burung merpati membangun sarangnya
waktu arah angin berubah
dan mengikutimu masuk ke dalam kegelapan pikiran
candi penuh ular
candi dewi ular
dewi birahi orang orang pagan
candi 13 warna biru
biru airmata, biru rasa rindu
biru hijau cemburu
biru palung dalam, biru bumi
biru cinta, biru cermin kaca
biru nostalgia, biru bahaya
biru tipu, biru napsu
biru kehilangan, biru kematian

ada sebuah tangga menuju ke atap
dimana matahari jadi lebih berarti
dimana hantu seseorang yang dulu kau cintai
seseorang kepada siapa dulu kau selalu berkata “karenamu aku selalu kesepian”
berbisik padamu dalam bahasa Morse
“pandanglah aku sekarang. aku kembali untuk menghantuimu!”
Valhalla nampak
begitu jauh
seperti bola bola golf
para businessman bangsa Jepang
yang sedang menghapal percakapan Inggris-Zen
“hi, I’m Richard Taylor
and so are you!”

ada sebuah tangga menuju ke atap
seperti sebuah gantungan baju dari logam
tergantung tanpa baju
sexual pleasure
on empty roads
sebuah daun gugur
Jumat
adalah hari yang paling kejam dalam seminggu
berat
tailor-made
terbuat dari pecahan pecahan kaca halte bis kota
old talk
sebuah café
sebuah pekerjaan tetap

ada sebuah tangga menuju ke atap
dimana dua burung Enggang mengitari tiang totem tua
dimana burung burung merpati membangun sarangnya
seperti sebuah Big Mac
oleh Picasso
datanglah kalian wahai para hantu
yang menjaga pikiran pikiran duniawi
hantu hantu sebuah tangga menuju ke atap
atap perak atap kaca atap burung burung
atap sayap sayap kupu kupu patah
hitam, putih, dan multiwarna
dan beruap seperti onggokan onggokan tahi sapi
di pagi kota Te Puke yang dingin
datanglah kalian wahai para hantu pemilik hak cipta
seni yang palsu, immoral, angkuh, dan penuh tipu

aku tak bertanggung jawab atas sajak ini!

-posted by Saut Situmorang 28 Juni 2008-

Sabtu, Oktober 09, 2010

Perempuan Itu Menggerus Garam


Oleh Goenawan Mohamad

Perempuan itu menggerus garam pada cobek
di sudut dapur yang kekal.
“Aku akan menciptakan harapan,” katanya, “pada batu hitam.”
Asap tidak pernah singkat. Bubungan seperti warna dunia
dalam mimpi Yeremiah

Ia sendiri melamunkan ikan, yang berenang di akuarium,
seperti balon-balon malas yang tak menyadari warnanya,
ungkapannya, di angkasa. “Merekalah yang bermimpi,”
katanya dalam hati.

Tapi ia sendiri bermimpi. Ia memimpikan busut-busut terigu, yang
turun, seperti hujan menggerutu. Di sebuah ladang. Enam
orang berlari seakan ketakutan akan matahari.
“Itu semua anakku,” katanya. “Semua anakku.”

Ia tidak tahu ke mana mereka pergi, karena sejak itu tidak ada
yang pulang. Si bungsu, dari sebuah kota di Rusia, tak pernah
menulis surat. Si sulung hilang. Empat saudara kandungnya
hanya pernah mengirimkan sebuah kalimat,
“Mak, kami hanya pengkhianat.”

Barangkali masih ada seorang gadis, di sajadah yang jauh,
(atau mungkin mimpi itu hanya kembali,)
yang tak mengenalnya. Ia sering berpesan dengan
bahasa diam asap pabrik. Ia tak berani tahu siapa dia,
ia tidak berani tahu.

Perempuan itu hanya menggerus garam pada cobek
di sudut dapur yang kekal.

1995

Sabtu, Oktober 02, 2010

Di Beranda Ini Angin Tak Kedengaran Lagi


Oleh Goenawan Mohamad


Di beranda ini angin tak kedengaran lagi
Langit terlepas. Ruang menunggu malam hari
Kau berkata: pergilah sebelum malam tiba
Kudengar angin mendesak ke arah kita

Di piano bernyanyi baris dari Rubayyat
Di luar detik dan kereta telah berangkat
Sebelum bait pertama. Sebelum selesai kata
Sebelum hari tahu ke mana lagi akan tiba

Aku pun tahu: sepi kita semula
bersiap kecewa, bersedih tanpa kata-kata
Pohon-pohon pun berbagi dingin di luar jendela
mengekalkan yang esok mungkin tak ada

1966

Sabtu, September 25, 2010

Di Muka Jendela


Oleh Goenawan Mohamad


Di sini
cemara pun gugur daun. Dan Kembali
ombak-ombak hancur terbantun.
Di sini
kemarau pun menghembus bumi
menghembus pasir, dingin dan malam hari
ketika kedamaian pun datang memanggil
ketika angin terputus-putus di hatimu menggigil
dan sebuah kata merekah
diucapkan ke ruang yang jauh: datanglah!

Ada sepasang bukit, meruncing merah
dari tanah padang-padang yang tengadah
tanah padang-padang terkukur
di mana tangan-hatimu terulur. Pula
ada menggasing kincir yang sunyi
ketika senja mengerlip, dan di ujung benua
mencecah pelangi:
tidakkah siapa pun lahir kembali di detik begini
ketika bangkit bumi,
sajak bisu abadi,
dalam kristal kata
dalam pesona?

[1961]

Selasa, September 07, 2010

Don't Go Far Off, Not Even for A Day

pict by Violet

by Pablo Neruda

Don't go far off, not even for a day, because --
because -- I don't know how to say it: a day is long
and I will be waiting for you, as in an empty station
when the trains are parked off somewhere else, asleep.

Don't leave me, even for an hour, because
then the little drops of anguish will all run together,
the smoke that roams looking for a home will drift
into me, choking my lost heart.

Oh, may your silhouette never dissolve on the beach;
may your eyelids never flutter into the empty distance.
Don't leave me for a second, my dearest,

because in that moment you'll have gone so far
I'll wander mazily over all the earth, asking,
Will you come back? Will you leave me here, dying?

Senin, Agustus 30, 2010

Dua Peristiwa dalam Satu Sajak Dua Bagian


oleh Sapardi Djoko Damono


1
sehabis langkah-langkah kaki: hening
siapa?
barangkali si pesuruh yang tersesat dan gagal menemukan tempat tinggalmu padahal sejak

semula sudah diikutinya jejakmu
padahal harus lekas-lekas disampaikannya pesan itu padamu

2
seolah-olah kau harus segera mengucapkan sederet kata
yang pernah kaukenal artinya,
yang membuatmu terkenang akan batang randu alas tua
yang suka menjeritjerit kalau sarat berbunga

Kamis, Agustus 05, 2010

Your Feet


by Pablo Neruda

When I cannot look at your face
I look at your feet.
Your feet of arched bone,
your hard little feet.
I know that they support you,
and that your sweet weight
rises upon them.
Your waist and your breasts,
the doubled purple
of your nipples,
the sockets of your eyes
that have just flown away,
your wide fruit mouth,
your red tresses,
my little tower.
But I love your feet
only because they walked
upon the earth and upon
the wind and upon the waters,
until they found me.

Rabu, April 14, 2010

Dalam Doaku


Oleh Sapardi Djoko Damono

"Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata,
yang meluas bening siap menerima cahaya pertama,
yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara

Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,
dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa,
yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil kepada angin
yang mendesau entah dari mana

Dalam doaku sore ini,
kau menjelma seekor burung gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu,
yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan mangga itu

Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin
yang turun sangat perlahan dari nun di sana,
bersijingkat di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi
dan bibirnya di rambut, dahi dan bulu-bulu mataku

Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya,
yang setia mengusut rahasia demi rahasia,
yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku

Aku mencintaimu,
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu

Senin, April 05, 2010

A Lover's Call XXVII


by Kahlil Gibran

Where are you, my beloved? Are you in that little
Paradise, watering the flowers who look upon you
As infants look upon the breast of their mothers?

Or are you in your chamber where the shrine of
Virtue has been placed in your honor, and upon
Which you offer my heart and soul as sacrifice?

Or amongst the books, seeking human knowledge,
While you are replete with heavenly wisdom?

Oh companion of my soul, where are you? Are you
Praying in the temple? Or calling Nature in the
Field, haven of your dreams?

Are you in the huts of the poor, consoling the
Broken-hearted with the sweetness of your soul, and
Filling their hands with your bounty?

You are God's spirit everywhere;
You are stronger than the ages.

Do you have memory of the day we met, when the halo of
You spirit surrounded us, and the Angels of Love
Floated about, singing the praise of the soul's deed?

Do you recollect our sitting in the shade of the
Branches, sheltering ourselves from Humanity, as the ribs
Protect the divine secret of the heart from injury?

Remember you the trails and forest we walked, with hands
Joined, and our heads leaning against each other, as if
We were hiding ourselves within ourselves?

Recall you the hour I bade you farewell,
And the Maritime kiss you placed on my lips?
That kiss taught me that joining of lips in Love
Reveals heavenly secrets which the tongue cannot utter!

That kiss was introduction to a great sigh,
Like the Almighty's breath that turned earth into man.

That sigh led my way into the spiritual world,
Announcing the glory of my soul; and there
It shall perpetuate until again we meet.

I remember when you kissed me and kissed me,
With tears coursing your cheeks, and you said,
"Earthly bodies must often separate for earthly purpose,
And must live apart impelled by worldly intent.

"But the spirit remains joined safely in the hands of
Love, until death arrives and takes joined souls to God.

"Go, my beloved; Love has chosen you her delegate;
Over her, for she is Beauty who offers to her follower
The cup of the sweetness of life.
As for my own empty arms, your love shall remain my
Comforting groom; you memory, my Eternal wedding."

Where are you now, my other self? Are you awake in
The silence of the night? Let the clean breeze convey
To you my heart's every beat and affection.

Are you fondling my face in your memory? That image
Is no longer my own, for Sorrow has dropped his
Shadow on my happy countenance of the past.

Sobs have withered my eyes which reflected your beauty
And dried my lips which you sweetened with kisses.

Where are you, my beloved? Do you hear my weeping
From beyond the ocean? Do you understand my need?
Do you know the greatness of my patience?

Is there any spirit in the air capable of conveying
To you the breath of this dying youth? Is there any
Secret communication between angels that will carry to
You my complaint?

Where are you, my beautiful star? The obscurity of life
Has cast me upon its bosom; sorrow has conquered me.

Sail your smile into the air; it will reach and enliven me!
Breathe your fragrance into the air; it will sustain me!

Where are you, me beloved?
Oh, how great is Love!
And how little am I!