by Pablo Neruda
Sadness, I need
your black wing,
so much sun, so much honey in the topaz,
each ray smiles
in the meadow
and everything is round light on all sides of me,
everything is an electric bee in the heights.
And so
give me
your black wing,
sister sadness:
I need the sapphire to be
extinguished sometimes and the oblique
mesh of the rain to fall,
the weeping of the earth:
I want
that shattered beam in the estuary,
the vast house in darkness,
and my mother
searching
for paraffin
and filling the lamp
until it gave not light but a sigh.
The night wasn't born.
The day was sliding
toward its provincial graveyard,
and between the bread and the shadow
I remember
myself
in the window
looking out at what didn't exist,
what wasn't happening,
and a black wing of water that came
over that heart which there perhaps
I forgot forever, in the window.
Now I miss
the black light.
Give me your slow blood,
cold
rain,
give me your astonished flight!
Give me back
the key
of the door that was shut,
destroyed.
For a moment, for
a short lifetime,
take the light from me and let me
feel myself
lost and miserable,
trembling among the threads
of twilight,
receiving into my soul
the trembling
hands
of
the
rain.
Translated by Stephen Mitchell
Minggu, Juli 31, 2011
Selasa, Juli 26, 2011
Di Tepi Hutan Suranadi
Oleh IB Sindu Putra
Bintang! Siapa takut percintaan
Kau dan aku tak bisa sembunyi
Dari hutan ini
Kita diringkus
Beringsut atau berkelit
Jejak dan bayang kita
Menghunjam di tanah
sawah seluas tapak tangan
Bayangkan
Mata lele itu seolah bulan sabit
dari tempat matahari terbit
jangan pejamkan!
Suara seekor kera
Menunjuk ke tiang mata air
Dan oleh gigir aura auratku
seekor kuda menggigil
Seekor kuda bermata kunang-kunang
hendak melubangi setiap sawah
Dengan sebelas taring sayapnya
Bau mulut, daki lengan, peluh paha
Hingga garis telapak kakinya
Mempersingkan aku, kau
Ke bulan sabit
Ke matahari terbit
Bintang, siapa takut percintaan
Kau dan aku diringkus
source: here
Bintang! Siapa takut percintaan
Kau dan aku tak bisa sembunyi
Dari hutan ini
Kita diringkus
Beringsut atau berkelit
Jejak dan bayang kita
Menghunjam di tanah
sawah seluas tapak tangan
Bayangkan
Mata lele itu seolah bulan sabit
dari tempat matahari terbit
jangan pejamkan!
Suara seekor kera
Menunjuk ke tiang mata air
Dan oleh gigir aura auratku
seekor kuda menggigil
Seekor kuda bermata kunang-kunang
hendak melubangi setiap sawah
Dengan sebelas taring sayapnya
Bau mulut, daki lengan, peluh paha
Hingga garis telapak kakinya
Mempersingkan aku, kau
Ke bulan sabit
Ke matahari terbit
Bintang, siapa takut percintaan
Kau dan aku diringkus
source: here
Rabu, Juli 06, 2011
Dengan Mirat
Oleh Chairil Anwar
Kamar ini jadi sarang penghabisan
di malam yang hilang batas
Aku dan engkau hanya menjengkau
rakit hitam
‘Kan terdamparkah
atau terserah
pada putaran hitam?
Matamu ungu membatu
Masih berdekapankah kami atau
mengikut juga bayangan itu
1946
Kamar ini jadi sarang penghabisan
di malam yang hilang batas
Aku dan engkau hanya menjengkau
rakit hitam
‘Kan terdamparkah
atau terserah
pada putaran hitam?
Matamu ungu membatu
Masih berdekapankah kami atau
mengikut juga bayangan itu
1946
Wislawa
Oleh Oka Rusmini
Kukenal perempuan tua dengan senyum pahit dan rambut blonde kering.
Dia hidup dengan dua laki-laki yang disimpan dalam ketiak penuh parfum.
Dia pandai merajut huruf dengan keliaran yang dipahatkan di sudut bumi.
Bau tanah, bau otak, dan rasa lapar wujud perempuannya muncrat. Dia bicara dengan segaris senyum pahit, tak terbaca. orang-orang merasa menyentuhnya (mungkin: melumat).
Aku sering memandang matanya. Sebuah anak sungai kecil, yang membunuh aliran darah laut.
Kukenal perempuan tua dengan bunga rumput di dada tipisnya. Tersenyum dengan mata sipit mengajakku bertaruh. Dia maui wujudku. Rasa lapar dan segenggam kegilaan.
”Cangkul otakmu. Kusemaikan bibit bunga rumput di setiap helai rambutmu. Perkawinan? Sebuah permainan penuh busa bir. Teguk, pecahkan buihnya. Jangan sentuh tubuhnya, tidurkan dia di kakimu. Aku pandai merajut helai kehidupan, diambang usiaku: kutelan masa kanak- kanakku. Para lelaki, kulecut di dada sambil meminang cairn dengan darah. Memisahkan tubuhku. Hanya tiga detik. Kau ikut? Berpesta sambil merajam tubuh.”
Kukenal perempuan tua dengan garis pucat di dahi. sering sekali dia datang, membakar daging, meremas tulang, jantung. Pelan-pelan: kumuntahkan anak-anak.
Oase, 1999
Kukenal perempuan tua dengan senyum pahit dan rambut blonde kering.
Dia hidup dengan dua laki-laki yang disimpan dalam ketiak penuh parfum.
Dia pandai merajut huruf dengan keliaran yang dipahatkan di sudut bumi.
Bau tanah, bau otak, dan rasa lapar wujud perempuannya muncrat. Dia bicara dengan segaris senyum pahit, tak terbaca. orang-orang merasa menyentuhnya (mungkin: melumat).
Aku sering memandang matanya. Sebuah anak sungai kecil, yang membunuh aliran darah laut.
Kukenal perempuan tua dengan bunga rumput di dada tipisnya. Tersenyum dengan mata sipit mengajakku bertaruh. Dia maui wujudku. Rasa lapar dan segenggam kegilaan.
”Cangkul otakmu. Kusemaikan bibit bunga rumput di setiap helai rambutmu. Perkawinan? Sebuah permainan penuh busa bir. Teguk, pecahkan buihnya. Jangan sentuh tubuhnya, tidurkan dia di kakimu. Aku pandai merajut helai kehidupan, diambang usiaku: kutelan masa kanak- kanakku. Para lelaki, kulecut di dada sambil meminang cairn dengan darah. Memisahkan tubuhku. Hanya tiga detik. Kau ikut? Berpesta sambil merajam tubuh.”
Kukenal perempuan tua dengan garis pucat di dahi. sering sekali dia datang, membakar daging, meremas tulang, jantung. Pelan-pelan: kumuntahkan anak-anak.
Oase, 1999
Langganan:
Postingan (Atom)