-Goenawan Mohammad-
Saya menemukanmu, tersenyum, acuh tak acuh
Saya menemukanmu, tersenyum, acuh tak acuh
di sisi Benteng Vriedenburg
Siapa namamu, kataku, dan kau bilang:
Kenapa kau tanyakan itu.
Malam mulai diabaikan waktu.
Di luar, trotoar tertinggal.
Deret gedung bergadang
dan lampu tugur sepanjang malam
seperti jaga untuk seorang baginda
yang sebentar lagi akan mati.
Mataram, katamu, Mataram...
Ingatan-ingatan pun bepercikan
--sekilas terang kemudian hilang-- seakan pijar
di kedai tukang las.
Saya coba pertautkan kembali
potongan-potongan waktu
yang terputus dari landas.
Tapi tak ada yang akan bisa diterangkan, rasanya
Di atas bintang-bintang mabuk
oleh belerang,
kepundan seperti sebuah radang,
dan bulan dihirup hilang
kembali oleh Merapi
Trauma, kau bilang
(mungkin juga, "trakhoma?")
membutakan kita
Dan esok los-los pasar
akan menyebarkan lagi warna permainan kanak
dari kayu: boneka-boneka pengantin
merah-kuning dan rumah-rumah harapan
dalam lilin.
Siapa namamu, tanyaku.
Aku tak punya ingatan untuk itu, sahutmu.
1997